RSS

JURNAL IV - MORALITAS KORUPTOR



JURNAL ETIKA BISNIS
MORALITAS KORUPTOR


 

RIZKI EKA PUSPITA
16211339
4EA17
BLOG : rizkiekapuspita.blogspot.com


UNIVERSITAS GUNADARMA
2014


ABSTRAK

Rizki Eka Puspita, 16211339.
“MORALITAS KORUPTOR”
Penulisan, Jurnal, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014.
Kata Kunci : Etika Bisnis, Moralitas Koruptor.

Didalam kehidupan sosial, manusia dihadapkan pada norma-norma atau aturan yang berlaku dimasyarakat. Tidak seenaknya saja melakukan perbuatan yang melanggar norma atau aturan yang berlaku dimasyarakat. Untuk itu, manusia harus mempunyai apa yang disebut moral. Moral menekankan manusia untuk bisa membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Apa penyebab terjadinya korupsi dan siapa yang harus bertanggung jawab? Serta bagaimana dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis ?
Berdasarkan analisa yang digunakan pelaku bisnis tidak memperhatikan etika berbisnis dengan melakukan kasus korupsi dalam hal penggelapan pajak.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang
Beberapa tahun belakangan ini masalah korupsi sedang hangat di bicarakan khalayak publik, banyak media massa nasional mengangkat kasus ini silih berganti sebagai headline utamanya dan terkadang media internasional juga menyenter kasus korupsi yang sedang terjadi di indonesia.
Pada hakikatnya, korupsi merupakan benalu sosial yang merusak struktur pemerintahan dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Bagaimanapun korupsi sangatlah merugikan negara dan dapat merusak sendi – sendi kebersamaan bangsa.
Korupsi dijadikian produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sabagai standart kekuasaan mutlak, seperti halnya pelaku koruptor yang kaya raya bisa masuk ke dalam golonan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka pun juga akan menduduki status sosial tingkat paling atas di mata masyarakat.
Dari tahun ke tahun kasus korupsi terus meningkat dan terkesan seperti membudidaya, tidak hanya pada golongan elit kelas atas namun mewabah sampai ke struktur organisasi terkecil.

1.2. Rumusan masalah dan batasan masalah
1.2.1. Rumusan masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini, adalah :
1)      Apa penyebab terjadinya korupsi dan siapa yang harus bertanggung jawab ?
2)      Bagaimana dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis ?

1.2.2. Batasan masalah
Penulis membatasi ruang lingkup masalah pada kasus pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Pargono Riyadi, dan seorang pengusaha otomotif, Asep Hendro. Pengusaha pemilik Asep Hendro Racing Sport (AHRS), produsen perlengkapan balap motor yang cukup terkenal di Indonesia.

1.3. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan ini, antara lain :
1)      Untuk mengetahui penyebab terjadinya korupsi dan megetahui siapa yang bertanggung jawab ?
2)      Untuk mengetahui dampak negatif dari tindakan korupsi pada suat kegiatan bisnis

1.4. Manfaat penulisan
a) Bagi akademis
Penulis dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh dalam dunia berbisnis yang sesungguhnya.
b) Bagi Praktis
Diharapkan penulisan ini dapat memberikan informasi yang berharga bagi pihak yang bersangkutan selaku pelaku bisnis dalam pengelolaan usahanya, beserta segala kebijakan yang berkaitan langsung dengan aspek – aspek etika bisnis untuk usahanya secara lebih baik.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Bisnis Berlangsung dalam Konteks Moral
 Ternyata makin maju suatu masyarakat, makin besar pula ketergantungan satu sama lain dibidang ekonomi. Bisnis merupakan suatu unsur mutlak dalam masyarakat modern. Tetapi kalau merupakan suatu fenomena sosial yang begitu hakiki, bisnis tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, termasuk juga aturan-aturan moral. Berikut adalah beberapa pendapat yang masih menyangkal perkaitan etika dengan bisnis : 

v  Mitos mengenai bisnis amoral
Sebagaimana fungsi khusus matahari adalah memancarkan cahaya serta panas dan di situ tidak masuk faktor etika, demikian juga pebisnis membatasi diri pada tugasnya saja. Richard De George menyebut pandangan itu the myth of amoral businiss, mitos yang mengatakan bahwa bisnis itu amoral saja. Dalam bisnis orang menyibukan diri dengan jual beli, membuat produk / menawarkan jasa dengan merebut pasaran dan mencari untung tetapi orang tidak berurusan dengan etika / moralitas.

Bahwa bisnis itu sendiri netral terhadap moralitas jadi amoral merupakan suatu mitos / cerita dongeng saja, berarti tidak benar. George mengatakan bahwa mitos itu telah ditinggalkan karena nilai-nilai moral tidaklah kalah penting. De George menemukan 3 gejala dalam masyarakat yang menunjukan sinarnya mitos tersebut. (1) dalam media massa sering diberi liputan luas kepada skandal-skandal di bidang bisnis. Bisnis ternyata disoroti tajam oleh masyarakat. Masyarakat tidak ragu-ragu mengaitkan bisnis dengan moralitas. (2) Bisnis diamati dan dikritik oleh semakin banyak LSM terutama LSM konsumen dan LSM pecintan lingkungan hidup yang berkaitan dengan etika. (3) Bisnis sendiri mulai prihatin dengan dimensi etis dalam kegiatannya. Hal itu tamapak dalam refleksi yang merka buat mengenai aspek-aspek etis dari bisnis melalui konferensi, smeinar, artikel dalam surat kabar, timbulnya kode-kode etik yang disusun oleh semakin banyak perusahaan dll.

Kini telah terbentuk keyakinan cukup mantap bahwa bisnis tidak terlepas dari segi moral. Bisnis tidak saja berurusan dengan angka penjualan (sales figures) / adanya profit pada akhir tahun anggaran. Good business memiliki juga suatu makna moral.

v  Mengapa bisnis harus berlaku etis ?
Bertanya mengapa bisnis harus berlaku etis sebetulnya sama dengan bertanya mengapa manusia pada umumnya harus berlaku etis. Bisnis hanya merupakan suatu bidang khusus dari kondisi manusia yang umum. Secara singkat ada 3 jawabannya  berasal dari agama, filsafat modern dan filsafat Yunani Kuno :
1.      Tuhan adalah hakim kita
Menurut agama, sesudah kehidupan jasmani manusia hidup terus dalam dunia baka di mana Tuhan sebagai Hakim Maha Agung akan menghukum kejahatan yang pernah dilakukan dan mengganjar kebaikan. Walaupun tentu sangat diharapkan setiap pebsinis akan dibimbing oleh iman kepercayaannya menjadi tugas agama (bukan etika filosofis) mengajak para pemeluknya untuk tetap berpegang pada motivasi moral itu.
2.      Kontrak sosial
Hidup dalam masyarakat berarti mengikat diri untuk berpegang pada norama-norma dan nilai-nilai tersebut. De George menerapkan pandangan itu atas sektor bisnis. De George menegaskan : morality is the oil as well as the glue of society and therefore of business.  Minyak pelumas karena moralitas memperlancar kegiatan bisnis dan semua kegiatan lain dalam masyarakat. Lem karena moralitas mengikat dan mempersatukan orang-orang bisnis seperti juga semua anggota masyarakat lainnya. Moralitas merupakan syarat mutlak yang harus diakui semua orang jika kita ingin terjun dalam kegiatan bisnis.
3.      Keutamaan
Menurut Palto dan Aristoteles keutamaan sebagai disposisi tetap untuk melakukan yang baik adalah penyempurnaan tertinggi dari kodrat manusia. Manusia yang berlaku etis adalah baik begit saja, baik secara menyeluruh bukan menurut aspek tertentu saja. Mestinya pebisnis menjalankan pekerjaannya dengan baik serta jujur. Karena jika ia berada di luar moral community, ia membuang martabatnya sebagai manusia sehingga ia tidak bisa lagi disebut makhluk moral.

2.2. Good Ethics, Good Business
        Rupanya dalam dunia bisnis kini telah terbentuk sikap lebih positif. Sudah tertanam keinsafan bahwa bisnis harus berlaku etis demi kepentingan bisnis itu sendiri. Terdengar semboyan baru seperti Ethics pay (etika membawa untung), Good business is ethical business, Corporate ethics : a prime business assets.  Dalam buku populer yang ditulis oleh Kenneth Blanchard dan Norman Vincent Peale tentang etika bisnis tertulis dengan huruf besar : Integrity pays! You dont have to cheat to win (Integritas moral membawa untung ! Tidak perlu Anda menipu untuk menang).
          Sukses perusahaan menjadi penyebab dan bukan akibat dari perhatiannya untuk etika. Kendati tidak ada jaminan mutlak, pada umumnya perusahaan yang etis adalah perusahaan yang mencapai sukses juga. Berikut adalah beberapa catatan sebagai penutup yang menjabarkan etika dalam bisnis :
1.      Etika bisnis hanya bisa berperan dalam suatu komunitas moral. Moralitas bukan hanya merupakan suatu komitmen individual saja, tetapi tercantum dalam suatu kerangka sosial. Kalangan bisnis sebagai keseluruhan harus berusaha mengubah haluan moral dan menuntut agar penguasa di atas menjamin suatu kerangka moral yang sehat. Namun membangun suatu etika bisnis yang baik tetap akan merupakan suatu perjuangan berat tetapi perjuangan juga yang sangat diperlukan.
2.  Orang yang berpendapat dengan berpegang pada etika pasti kalah kemungkinan besar terlalu menitikberatkan jangka pendek dalam proses berbisnis dan mengabaikan jangka panjang yang justru paling hakiki untuk berhasil dalam bisnis.
3.  Mereka yang meragukan perlunya etika dalam bisnis, sebaiknya tidak melupakan sejarah industrialisasi dan khusunya perjuangan anatara liberalisme dan sosialisme yang berlangsung disitu. Para pekerja harusnya diakui sebagai stakeholders yang paling penting dan menjadi trade mark dari industri yang dibangun.
4. Akhirnya yang belum diyakinkan tentang pentingnya etika dalam bisnis perlu mempertimbangkan persepsi dunia luar tentang kinerja bisnis Indonesia. Dalam forum internasional Indonesia dinilai termasuk negara yang paling korup. Sejak beberapa tahun ada cara lebih obyektif lagi untuk memandang kenyataan itu. Lembaga Transparency International yang berkedudukan di Berlin, Jerman setiap tahun mempublikasikan Corruption Perceptions Index (Indeks Persepsi Korupsi). Lembaga ini mendapat kredibilitas internasional dan bekerja sama dengan beberapa instansi internasional yang penting. Dalam indeks mereka sudah beberapa tahun berturut-turut tampak bahwa Indonesia dipandang sebagai salah satu negara yang paling korup di dunia. Tahun 1999, Indonesia menempati urutan ke 97 dalam daftar 99 negara dengan skor 1,7 pada skala 10. Jelas jika kekurangan moralitas dalam kegiatan bisnis yang berlangsung terus semua sebagai bangsa kalah terhadap negara-negara tetangga dan negara-negara lebih jauh yang berhasil menjalankan ekonominya dengan efisien. Realisasi AFTA dan APEC tinggal beberapa tahun lagi. Seperti halnya dengan ekonomi, moralitas pun merupakan suatu kenyataan universal yang berdampak universal pula.
  
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Pengumpulan Data
Pada penulisan ini, informasi yang didapatkan oleh penulis bersumber dari buku yang berkaitan dengan moralitas koruptor agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data dalam penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Contoh Kasus
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Pargono Riyadi, dan seorang pengusaha otomotif, Asep Hendro, Selasa (9/4). KPK juga mengamankan seseorang yang diduga kurir suap, Rukimin Tjahjono alias Andreas. Penangkapan itu diduga terkait pengurusan pajak pribadi.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi SP, penyidik KPK menangkap Pargono dan Rukimin di pintu selatan Stasiun Gambir, Jakarta, pukul 17.00. Di tempat terpisah, sekitar 10 menit kemudian, penyidik KPK menangkap Asep di rumah sekaligus kantornya, di Jalan Tole Iskandar, Depok.
”Bersama penangkapan PR (Pargono Riyadi) dan RT (Rukimin Tjahjono), disita juga sejumlah uang. Uang ini telah diserahkan RT kepada PR di lorong Stasiun Gambir. Uang tersebut dalam pecahan Rp 100.000 dibungkus tas plastik. Diduga pemberian itu terkait pengurusan pajak pribadi,” ujar Johan.
Pargono adalah penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) sekaligus pemeriksa pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat. Ia termasuk PPNS yang cukup senior di Ditjen Pajak. Asep adalah pengusaha pemilik Asep Hendro Racing Sport (AHRS), produsen perlengkapan balap motor yang cukup terkenal di Indonesia. Asep mantan pebalap sepeda motor.
Ketiga orang yang ditangkap itu langsung diperiksa di gedung KPK guna menentukan status hukumnya. ”KPK punya waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status mereka, apakah ditetapkan sebagai tersangka atau tidak,” ujarnya.
Namun, ketiganya diduga hanya merupakan tangkapan kecil. KPK masih mengejar pelaku lain yang diduga terlibat kasus korupsi pengurusan pajak itu. ”Yang bisa dipastikan, tim kami masih ada di lapangan,” ujar Johan.
Penangkapan KPK terhadap Rukimin diwarnai ketegangan. Dia sempat melawan saat hendak ditangkap penyidik KPK. Rukimin pun terpaksa dibawa ke KPK dengan tangan terborgol. Berbeda dengan Pargono, meski terkejut ketika didekati petugas yang mengaku penyidik KPK, dia tak melawan. Dia langsung menunjukkan uang yang telah diberikan Rukimin begitu penyidik meminta membuka tas plastik yang dibawanya.
Diduga, uang yang diberikan kepada Pargono hanya sebagian kecil dari komitmen yang hendak diberikan. Selain itu, diduga, bukan hanya Pargono petugas pemeriksa pajak yang hendak disuap. Komitmen uang suap untuk pengurusan pajak pribadi itu senilai Rp 600 juta dan diberikan kepada sejumlah petugas pemeriksa pajak. Pargono diduga bakal memperoleh jatah suap sebesar Rp 125 juta. Penangkapan di Stasiun Gambir merupakan pemberian kedua untuk Pargono.
Pemberian uang terhadap Pargono terkait dengan pajak Asep dan perusahaannya, AHRS. Namun, Asep dan AHRS bukan satu-satunya wajib pajak yang menyuap Pargono dan rekannya sesama pemeriksa pajak. Hingga Selasa malam, salah satu penyuap Pargono yang lain masih dalam pengejaran penyidik KPK.
Komitmen pemberian suap sebesar Rp 600 juta itu diduga hendak diberikan sejumlah wajib pajak seperti Asep kepada sejumlah pemeriksa pajak, tak hanya Pargono. Namun, dalam operasi tangkap tangan itu, pegawai pajak yang ditangkap KPK baru Pargono, sementara wajib pajaknya baru Asep. Johan mengatakan, KPK masih akan terus mengembangkan hasil tangkap tangan itu.
Penangkapan Pargono menambah catatan kelam Ditjen Pajak yang telah menegaskan melakukan ”bersih-bersih”. Kasus fenomenal adalah keterlibatan Gayus H Tambunan (pegawai Ditjen Pajak), yang bahkan bisa menyuap sejumlah aparat penegak hukum. Pegawai pajak lainnya yang terjerat korupsi antara lain Dhana Widyatmika (mantan pegawai Ditjen Pajak yang juga staf tata usaha di Unit Pelayanan Pajak Daerah Setiabudi, Jakarta Selatan), Herly Isdiharsono (mantan Koordinator Pelaksana PPN Perdagangan Kantor Pelayanan Pajak Palmerah), Tommy Hindratno (Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pelayanan pajak Pratama Sidoarjo), dan Anggrah Suryo (Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor).

4.2. Hasil Analisa
Dalam kasus penggelapan pajak oleh usaha Hendro Racing Sport (AHRS), perusahaan dalam menghadapi masa - masa sulit diperlukan efisiensi. Berkaitan dengan hal tersebut, efisiensi yang paling cepat untuk dapat dilakukan adalah dengan mengurangi pengeluaran, seperti memanipulasi laporan pajak, mengurangi tenaga kerja, dan lain-lain. Alasan efisiensi tersebut tak lain adalah konsekuensi dari globalisasi yang memadatkan jarak dan waktu memang menuntut kompetisi ekonomi global menjadi kian sengit dengan tenggat waktu yang amat cepat.
Pajak merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan, berdasarkan peraturan hukum jika ada pihak yang tidak membayar pajak sesuai ditentukannya maka harus di tindak. Sebagai masyarakat harus dapat memahami bahwa pajak merupakan salah satu pilar penting perekonomian, tanpa pajak negara tidak mampu membiayai pembangunan.
Pada kasus terkait usaha Hendro Racing Sport (AHRS) pada akhirnya hanya merugikan usahanya sendiri, repurtasi buruk, hukuman penjara dan harus membayar denda merupakan hasil akhir dari tindakannya tersebut. Pengemplang pajak biasanya disebut juga dengan korupsi, kejahatan pajak, mengemplang hutang yang ditanggung oleh rakyat. Terkait dengan masih tingginya tunggakan pajak yang dilakukan sejumlah wajib pajak di Indonesia dan penyalahgunaannya maka hal tersebut seharusnya segera dituntaskan karena dinilai merugikan perekonomian Negara. Diharapkan pemerintah segera menangani setiap pelanggaran pajak dan diberi sanksi pidana pajak yang tegas.

Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama. Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Fakta     bahwa    negara    dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat   ketidakpercayaan      dan  kriminalitas yang tinggi pula.  Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.

Pihak yang bertanggung jawab
Salah satu pihak yang bertanggung jawab dari kasus terjadinya praktek akan adanya korupsi di Indonesia adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi menurut pasal 4 adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sedangkan tugas dan wewenang KPK menurut pasal 6 adalah :
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3.  Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana   korupsi.
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, salah satu faktor pelaku usaha tersebut melakukan kasus tersebut dikarenakan banyak perusahaan melakukan efisiensi terhadap pengeluraan dalam usaha dengan cara penggelapan pajak, tanpa terkadang memperhatikan segi negative dari hasil tindakan tersebut nantinya. Seperti citra yang buruk, hukuman penjara serta denda. moralitas sangat dibutuhkan bagi setiap insan manusia. Moralitas dapat menjadi tolak ukur bagi manusia untuk mebedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Banyak sekali faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi, dari faktor tersebut lagi lagi adalah hukum yang merupakan salah satu keadilan bagi rakyat tidak bisa berbuat apa apa untuk para koruptor, dan mungkin itu salah satu juga yang menjadi surga bagi para koruptor untuk melakukan kegiatan korupsinya, semakin lemah kekuatan hukumnya semakin besar celah korupsi bagi para koruptor. Pemerintah serta bantuan lembaga kpk harus serius menindak lanjuti setiap kasus kasus korupsi yang merugikan negara tanpa pandang bulu.

5.2. Saran
            Tanamkanlah sikap disiplin dan juga pendidikan agama yang baik sejak dini, itu merupakan modal awal manusia untuk bisa mencegah segala perbuatan korupsi yang dapat merugikan Negara. Dan juga menguatkan kekuatan hukum bagi pelaku korupsi, seperti hukuman mati. Karena hukuman penjara bagi mereka, itu merupakan hukuman yang sangat mudah dan malah menjadi banyak yang tertarik dengan melakukan tindak korupsi tersebut. Jadi, korupsi tidak akan pernah punah jika memang tidak ada kesadaran dari diri masing-masing. Untuk itu, jika ingin mencoba melawan korupsi, cobalah dari diri kita sendiri, jangan hanya bisa melakukan pencitraan, yaitu berbicara melawan korupsi, tetap dibelakangnya dia melakukan itu.


DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. 2000.  Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
Arijanto, Agus. 2011. Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis : Cara Cerdas dalam Memahami Konsep dan Faktor-faktor Etika Bisnis dengan Beberapa Contoh Praktis.


Google. 2013. Link: http://properti.kompas.com/read/2013/04/10/0246012/KPK.Tangkap.Pegawai.Pajak.dan.Pengusaha
http://tulisantulisannugroho.blogspot.com/2013/12/moralitas-koruptor.html

JURNAL III - IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA



JURNAL ETIKA BISNIS
IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA




RIZKI EKA PUSPITA
16211339
4EA17
BLOG : rizkiekapuspita.blogspot.com



UNIVERSITAS GUNADARMA
2014


ABSTRAK

Rizki Eka Puspita, 16211339.
“IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA”
Penulisan, Jurnal, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata Kunci : Etika Bisnis, Pelanggaran Etika Binis, Pelaku Usaha


 Dalam dunia bisnis, iklan merupakan satu kekuatan yang dapat digunakan untuk menarik konsumen sebanyak - banyaknya. Penekanan utama iklan adalah akses informasi dan promosi dari pihak produsen kepada konsumen. Media mempunyai peran besar untuk mempengaruhi khalayak umum untuk mencapai target keuntungan.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memaparkan etika dan estetika dalam suatu iklan, baik dari bentuk pelanggarannya maupun sanksi yang diberikan pada iklan yang melanggar aturan.
Berdasarkan analisa yang digunakan, pelaku bisnis tidak memperhatikan etika maupun estetika pada iklan dalam memasarkan produknya. Beberapa pelanggaran pada aturan yang berlaku ditemukan pada kasus ini.
  
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang
        Di masa sekarang ini persaingan bisnis khususnya dalam hal perdagangan sangatlah ketat, dapat dilihat hampir setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang disajikan media-media massa baik cetak maupun elektronik. Banyak perusahaan – perusahaan besar saling berlomba dalam mempromosikan hasil produksi mereka.. Berbagai macam cara dapat dilakukan dalam memasarkan suatu produk sehingga sampai di hati konsumen. 
        Dibalik keberhasilan iklan dalam mendongkrak penjualan barang/jasa dalam bisnis, terselip beberapa permasalahan yang bermuara pada persoalan etika. Hal utama yang menjadi sorotan masalah iklan adalah sejauh mana komitmen moral atau etika bisnis yang dimiliki perusahaan dalam mempertanggungjawabkan materi atau isi pesan yang disampaikan kepada masyarakat. Tidak sedikit para penggunaan iklan sebagai sarana promosi ini sangat berlebihan sehingga tidak memperhatikan lagi norma dan nilai moral yang terkandung dalam konten iklan itu sendiri. Meskipun sekarang sudah dibuat undang-undang yang mengatur tentang periklanan, masih saja ada pihak-pihak yang tetap menyajikan iklan yang dapat merusak moral bangsa.
Tanpa kita sadari, iklan sangat berpengaruh besar dalam mempengaruhi sebagian besar hidup kita. Terutama sehubungan dengan upaya mendapatkan barang dan jasa pemuas kebutuhan. Apalagi iklan – iklan tersebut disiarkan lewat media radio atau ditayangkan lewat layar televisi.

1.2. Rumusan masalah dan batasan masalah
1.2.1. Rumusan masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini, adalah :
      1)      Apakah pelaku bisnis menggunakan etika pada iklan dalam pemasaran produknya ?
2)      Bagaimana bentuk pelanggarannya ?

1.2.2. Batasan masalah
Penulis membatasi ruang lingkup masalah pada Iklan Pompa Air “SHIMIZU”.

1.3. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan ini, antara lain :
1)      Untuk mengetahui penerapan etika pada iklan yang dilakukan pelaku bisnis 
2)      Untuk mengetahui bentuk pelanggaran yang dilakukan pelaku bisnis

1.4. Manfaat penulisan
a) Bagi akademis
Penulis dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh dalam dunia berbisnis yang sesungguhnya.
b) Bagi Praktis
Diharapkan penulisan ini dapat memberikan informasi yang berharga bagi pihak yang bersangkutan selaku pelaku bisnis dalam pengelolaan usahanya, beserta segala kebijakan yang berkaitan langsung dengan aspek – aspek etika bisnis untuk usahanya secara lebih baik.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Periklanan
Periklanan / reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern. Kenyataan ini berkaitan erat dengan cara berproduksi industri modern yang menghasilkan produk-produk dalam kuantitas besar, sehingga harus mencari pembeli. Iklan dianggap cara ampuh untuk menonjol dalam persaingan. Dalam perkembangannya, media komunikasi modern, media cetak maupun elektronis, khususnya televisi memegang peranan dominan. Fenomena periklanan ini menimbulkan pelbagai masalah yang berbeda, diantaranya soal konsumerisme.

2.2. Pengontrolan terhadap Iklan 
Karena kemungkinan dipermainkannya kebenaran dan terjadinya manipulasi merupakan hal-hal rawan dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut.
§  Kontrol oleh pemerintah
Pemerintah yang harus melndungi masyarakat konsumen terhadap keganasan periklanan. Di Indonesia iklan tentang makanan dan obat diawasi oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dari Departemen Kesehatan.
§  Kontrol oleh para pengiklan
 Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah pengaturan diri (self-regulation) oleh dunia periklanan. Biasanya hal itu dilakukan dengan menyususn sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh profesi periklanan itu sendiri, khususnya oleh asosiasi biro-biro periklanan. Di Indonesia memiliki Tata krama dan tata cara periklanan Indonesia yang disempurnakan (1996) yang dikeluarkan oleh AMLI (Asosiasi Media Luar Ruang Indonesia), ASPINDO (Asosiasi Pemrakrsa dan Penyantun Iklan Indonesia), GPBSI (Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia), PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia), SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar) dan Yayasan TVRI. Versi pertama dari kode etik ini telah diberlakukan 1981. Jika suatu kode etik disetujui tentunya pelaksanaan harus diawasi juga. Di Indonesia pengawasan kode etik dipercayakan kepada Komisi Periklanan Indonesia yang terdiri atas unsur semua asosiasi pendukung dari Tata Krama tersebut.
§  Kontrol oleh masyarakat
Dalam hal ini cara yang terbukti membawa banyak hasil dalam menetralisasi efek-efek negatif dari periklanan adalah mendukung dan menggalakan lembaga-lembaga konsumen, yang sudah lama dikenal di negara-negara maju dan sejak tahun 1970-an berada juga di Indonesia (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia di Jakarta dan kemudian Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen di Semarang).Sebetulnya setiap kota besar pantas memiliki Lembaga Swadaya Masyarakat yang bertujuan advokasi konsumen seperti lembaga-lembaga itu.
Selain menjaga agar periklanan tidak menyalahi batas-batas etika melalui pengontrolan terhadap iklan-iklan dalam media massa, ada juga cara lebih positif untuk meningkatkan mutu etis dari iklan dengan memberikan penghargaan kepada iklan yang dinilai paling baik.  Penghargaan untuk iklan itu bisa diberikan oleh instansi pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, sebuah majalah dll. Di Indonesia memiliki Citra Adhi Pariwara yang setiap tahun dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.

2.3. Penilaian Etis Terhadap Iklan
Refleksi tentang etika periklanan mengingatkan bahwa penalaran moral selalu harus bernuansa dengan menyimak dan menilai situasi konkrit. Ada 4 faktor yang selalu dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip untuk membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan :
a)      Maksud Pengiklan
Jika maksud di pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak baik pula. Jika si pengiklan tahu bahwa produk yang diiklankan merugikan konsumen / dengan sengaja ia menjelekan produk dari pesaing, iklan menjadi tidak etis. Begitupun jika membuat iklan yang menyesatkan, tentu iklan menjadi tidak etis. Di sini sulit dibayangkan bahwa si pengiklan mempunyai maksud baik. Federal Trade Commision telah memaksa perusahaan bersangkutan untuk mengoreksi iklan yang menyesatkan. Sebaliknya, jika si pengiklan mengeluarkan iklan yang menyesatkan tapi maksudnya tidak demikian, iklan itu barangkali kuran profesional tetapi tidak bisa dinyatakan kurang etis.

b)     Isi iklan
Menurut isinya iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan. Iklan tidak menjadi etis pula bila mendiamkam sesuatu yang sebenarnya pentng. Bisa dibenarkan, jika sebuah produk dalam iklan dipersentasikan dari segi yang paling menguntungkan. Iklan tentang hal yang tidak bermoral dengan sendirinya menjadi tidak etis. Di sini kompleksitas moralitas periklanan terkait dengan kompelksitas moralitas topik-topik bersangkutan.
c)      Keadilan publik yang tertuju 
Publik sebaiknya memiliki skepsis yang sehat terhadap usaha persuasi dari periklanan. Keganasan periklanan harus diimbangi dengan sikap kritis publik. Yang dimengerti di sini publik adalah orang dewasa yang normal dan mempunyai informasi cukup tentang produk / jasa yang diiklankan.
Secara umum periklanan memiliki potensi besar untuk mengipas-ngipas kecemburuan sosial dalam masyarakat dengan memamerkan sikap konsumerisme dan hedonisme dari suatu elite kecil. Hal itu merupakan aspek etis yang sangat penting, terutama dalam masyarakat yang ditandai kesenjangan sosial yang besar seperti Indonesia.
d)     Kebiasaan di bidang periklanan
 Periklanan sering dipraktekan dalam rangka suatu tradisi. Sudah ada aturan main yang disepakati secara implisit / eksplisit dan yang sering kali tidak dapat dipisahkan dari etos yang menandai masyarakat itu. Di mana ada tradisi periklanan yang sudah lama dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila beberapa iklan lebih mudah diterima daripada di mana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada skala besar. Dalam refleksi etika periklanan rupanya tidak mungkin dihindarkan suatu nada relativistis.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Pengumpulan Data
Pada penulisan ini, informasi yang didapatkan oleh penulis bersumber dari buku yang berkaitan dengan etika bisnis khususnya iklan dalam etika dan estetika, agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data dalam penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Contoh Kasus
Dalam tulisan ini kami mengambil contoh kasus Iklan Pompa Air “SHIMIZU” untuk dianalisis. Berikut adalah jalan cerita yang terdapat dalam Iklan Pompa Air “SHIMIZU” :

Iklan pompa air Shimizu ini berdurasi 30 detik. Dalam iklan tersebut sangat terlihat bahwa dalam iklan tersebut menyuguhkan sensasi erotis yang cukup menantang. Iklan ini diawali seorang wanita yang memakai pakaian tidur dengan belahan dada terbuka merengek kepada pasangannya. "Kalo nggak mancur terus kapan enaknya," katanya disertai dengan mimik yang menggoda. Model seksi yang hingga kini belum diketahui identitasnya itu kemudian pergi ke sebuah mall Selanjutnya, wanita tersebut pergi ke mall dan ia ditawari obat kuat lelaki oleh seorang penjual. Namun, ia justru datang ke toko pompa air, pedagang di toko tersebut kemudian menawari pompa air merek Shimizu kepada wanita tersebut. Puncaknya, tawar-menawar yang dibumbui kalimat yang kurang senonoh pun mengalir, tanpa basa-basi. Menariknya lagi, sambil mempromosikan mesin pompa air Shimizu-nya, ada pemandangan menarik pada latar belakang pengambilan gambar itu. Ya, sebuah papan iklan lengkap dengan sepasang kekasih yang coba mengamati. Singkatnya, usai memasang pompa air Shimizu itu, si gadis cantik itu terlihat menari kegirangan, ditandai lekukan tubuhnya yang aduhai. Dalam bagian terakhir iklan itu, cewek itu disirami air oleh pasangannya. Kemudian gadis tersebut berkata,“Basah deh,” disertai dengan wajah yang menggoda.

4.2. Hasil Analisa
Dalam Iklan Pompa Air “SHIMIZU” menurut saya telah melanggar beberapa Undang-undang. Hal ini sangat terlihat jelas bahwa iklan tersebut mengandung unsur SARA. Seperti yang kita ketahui hal tersebut melanggar norma kesopanan sekaligus melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) pasal 9 yang berbunyi : "Lembaga penyiaran wajib menghormati nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat." Kemudian juga melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) pasal 14 ayat (2) yang berbunyi : "Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran," serta Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) pasal 16 yang berbunyi : "Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan program siaran bermuatan seksual. " Selanjutnya juga melanggar Standar Program Siaran (SPS) Pasal 9 yang berbunyi : "(1) Program siaran wajib memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan yang dijunjung oleh keberagaman khalayak baik terkait agama, suku, budaya, usia, dan/atau latar belakang ekonomi. (2) Program siaran wajib berhati-hati agar tidak merugikan dan menimbulkan dampak negatif terhadap keberagaman norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh masyarakat." Standar Program Siaran (SPS) Pasal 15 ayat (1) yang berbunyi : "Program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja. " Standar Program Siaran (SPS) Pasal 18 ayat huruf h dan i yang berbunyi : " (h)mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot;  (i) menampilkan gerakan tubuh dan/atau tarian erotis." Standar Program Siaran (SPS)  Pasal 58 ayat (4) huruf d : "adegan seksual sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 18; "


Analisis Iklan Pompa Air “SHIMIZU” dilihat dari UU Pornografi/ UU 44 Tahun 2008

Iklan Pompa Air “SHIMIZU” juga telah melanggar UU Pornografi/ UU 44 Tahun 2008, dalam UU tersebut dijelaskan bahwa :

Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.


Analisis Iklan Pompa Air “SHIMIZU” dilihat dari UU PENYIARAN/ UU 32 Tahun 2002

Berikutnya juga melanggar UU PENYIARAN/ UU 32 Tahun 2002 pasal 1 yang berbunyi : "Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan." UU PENYIARAN/ UU 32 Tahun 2002 pasal 3 yang berbunyi : "Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia."

Dalam pasal tersebut tertera bahwa penyiaran ditujukan agar terbinanya watak dan jati diri bangsa tetapi bagaimana bisa watak dan jati diri bangsa terbentuk apabila siaran iklannya berbau seks seperti ini malah akan merusak iman dan takwa. Walaupun tujuannya untuk menumbuhkan industri penyiaran di Indonesia tetapi tayangan iklannya sangat tidak baik untuk ditampilkan didepan masyarakat Indonesia. Kemudian pada UU PENYIARAN/ UU 32 Tahun 2002 pasal 4 ayat (1) yang berbunyi : "penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial," dan UU PENYIARAN/ UU 32 Tahun 2002 ayat (2) yang berbunyi : "Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan."

Pelanggaran tersebut terlihat pada adegan-adegan dan percakapan pada iklan tersebut, adegan-adegan yang tidak sopan seperti yang telah disebutkan sebelumnya sangat tidak menghormati nilai dan norma kesopanan, serat akan muatan seksual, dan lebih parahnya lagi iklan tersebut pernah disiarkan pada pukul 07.25 WIB dan 14.33 WIB di beberapa stasiun televisi swasta di mana pada jam tersebut banyak anak-anak yang sedang menonton televisi. Hal tersebut dikhawatirkan dapat memberikan dampak negatif kepada para penonton khususnya anak-anak dan remaja.
 
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Sebagai pelaku usaha dalam kasus ini etika berbisnis dalam penggunaan iklan guna memasarkan produknya masih kurang diperhatikan, yang menjadi poin utamanya ialah ditemukannya beberapa bentuk pelanggaran dalam etika maupun estetika pada iklan tersebut.  Pelanggaran etika yang mengarah pada pornografi terkandung dalam pembuatan dan penayangan iklan tersebut serta penggunaan pakaian yang minim yang merusak nilai estetika dari sebuah iklan.  

5.2. Saran
Seharusnya para pembuat iklan/ agen pembuat iklan memerhatikan UU periklanan, UU penyiaran, UU Pornografi, serta Kode Etik Periklanan ketika akan membuat iklan. Tidak hanya melindungi produk iklan dari kesalahan hukum serta kode etik, tetapi juga memerhatikan konten iklan sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Serta saat akan mengeluarkan iklan haruslah ada kontrak waktu penayangan iklan dikategorikan menurut konten iklan. Hal ini agar dapat mencegah hal – hal yang tidak diinginkan sehingga tidak mengganggu moral dan pikiran anak – anak.


DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. 2000.  Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
Arijanto, Agus. 2011. Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis : Cara Cerdas dalam Memahami Konsep dan Faktor-faktor Etika Bisnis dengan Beberapa Contoh Praktis.

Google. 2014. Link :
http://mirnagita.blogspot.com/2014/06/makalah-pelanggaran-kode-etik-dalam.html
http://www.academia.edu/535994/ETIKA_DALAM_IKLAN