JURNAL
ETIKA BISNIS
IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
RIZKI EKA PUSPITA
16211339
4EA17
BLOG : rizkiekapuspita.blogspot.com
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2014
ABSTRAK
Rizki
Eka Puspita, 16211339.
“IKLAN
DALAM ETIKA DAN ESTETIKA”
Penulisan,
Jurnal, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata
Kunci : Etika Bisnis, Pelanggaran Etika Binis, Pelaku Usaha
Dalam dunia bisnis, iklan merupakan
satu kekuatan yang dapat digunakan untuk menarik konsumen sebanyak - banyaknya. Penekanan utama iklan
adalah akses informasi dan promosi dari pihak produsen kepada konsumen. Media
mempunyai peran besar untuk mempengaruhi khalayak umum untuk mencapai
target keuntungan.
Tujuan
dari penulisan ini adalah untuk memaparkan etika dan estetika dalam suatu iklan,
baik dari bentuk pelanggarannya maupun sanksi yang diberikan pada iklan yang
melanggar aturan.
Berdasarkan
analisa yang digunakan, pelaku bisnis tidak memperhatikan etika maupun estetika
pada iklan dalam memasarkan produknya. Beberapa pelanggaran pada aturan yang
berlaku ditemukan pada kasus ini.
BAB I
1.1. Latar belakang
Di masa sekarang ini persaingan bisnis
khususnya dalam hal perdagangan sangatlah ketat, dapat dilihat hampir
setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang disajikan media-media massa baik
cetak maupun elektronik. Banyak perusahaan – perusahaan besar
saling berlomba dalam mempromosikan hasil produksi mereka.. Berbagai
macam cara dapat dilakukan dalam memasarkan suatu produk sehingga sampai di hati
konsumen.
Dibalik
keberhasilan iklan dalam mendongkrak penjualan barang/jasa dalam bisnis,
terselip beberapa permasalahan yang bermuara pada persoalan etika. Hal
utama yang menjadi sorotan masalah iklan adalah sejauh mana komitmen moral atau
etika bisnis yang dimiliki perusahaan dalam mempertanggungjawabkan materi atau
isi pesan yang disampaikan kepada masyarakat. Tidak sedikit para penggunaan
iklan sebagai sarana promosi ini sangat berlebihan sehingga tidak memperhatikan
lagi norma dan nilai moral yang terkandung dalam konten iklan itu sendiri.
Meskipun sekarang sudah dibuat undang-undang yang mengatur tentang periklanan,
masih saja ada pihak-pihak yang tetap menyajikan iklan yang dapat merusak moral
bangsa.
Tanpa kita sadari, iklan sangat berpengaruh besar dalam
mempengaruhi sebagian besar hidup kita. Terutama sehubungan dengan upaya
mendapatkan barang dan jasa pemuas kebutuhan. Apalagi iklan – iklan tersebut
disiarkan lewat media radio atau ditayangkan lewat layar televisi.
1.2. Rumusan masalah dan batasan
masalah
1.2.1. Rumusan masalah
Rumusan
masalah pada penulisan ini, adalah :
1)
Apakah pelaku bisnis menggunakan etika pada
iklan dalam pemasaran produknya ?
2)
Bagaimana bentuk pelanggarannya ?
1.2.2.
Batasan masalah
Penulis
membatasi ruang lingkup masalah pada Iklan Pompa Air “SHIMIZU”.
1.3. Tujuan penulisan
Tujuan
penulisan ini, antara lain :
1) Untuk
mengetahui penerapan etika pada iklan yang dilakukan pelaku bisnis 2) Untuk mengetahui bentuk pelanggaran yang dilakukan pelaku bisnis
1.4. Manfaat penulisan
a)
Bagi akademis
Penulis
dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam menerapkan ilmu yang telah
diperoleh dalam dunia berbisnis yang sesungguhnya.
b)
Bagi Praktis
Diharapkan
penulisan ini dapat memberikan informasi yang berharga bagi pihak yang
bersangkutan selaku pelaku bisnis dalam pengelolaan usahanya, beserta segala
kebijakan yang berkaitan langsung dengan aspek – aspek etika bisnis untuk
usahanya secara lebih baik.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Periklanan
Periklanan
/ reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern. Kenyataan ini
berkaitan erat dengan cara berproduksi industri modern yang menghasilkan
produk-produk dalam kuantitas besar, sehingga harus mencari pembeli. Iklan
dianggap cara ampuh untuk menonjol dalam persaingan. Dalam perkembangannya,
media komunikasi modern, media cetak maupun elektronis, khususnya televisi
memegang peranan dominan. Fenomena periklanan ini menimbulkan pelbagai masalah
yang berbeda, diantaranya soal konsumerisme.
2.2. Pengontrolan terhadap Iklan
Karena kemungkinan dipermainkannya kebenaran dan terjadinya
manipulasi merupakan hal-hal rawan dalam bisnis periklanan, perlulah adanya
kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut.
§ Kontrol oleh pemerintah
Pemerintah
yang harus melndungi masyarakat konsumen terhadap keganasan periklanan. Di
Indonesia iklan tentang makanan dan obat diawasi oleh Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dari Departemen Kesehatan.
§ Kontrol oleh para pengiklan
Cara
paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah
pengaturan diri (self-regulation) oleh dunia periklanan. Biasanya hal itu
dilakukan dengan menyususn sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang
disetujui oleh profesi periklanan itu sendiri, khususnya oleh asosiasi
biro-biro periklanan. Di Indonesia memiliki Tata krama dan tata cara periklanan
Indonesia yang disempurnakan (1996) yang dikeluarkan oleh AMLI (Asosiasi Media
Luar Ruang Indonesia), ASPINDO (Asosiasi Pemrakrsa dan Penyantun Iklan
Indonesia), GPBSI (Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia), PPPI
(Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), PRSSNI (Persatuan Radio Siaran
Swasta Nasional Indonesia), SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar) dan Yayasan
TVRI. Versi pertama dari kode etik ini telah diberlakukan 1981. Jika suatu kode
etik disetujui tentunya pelaksanaan harus diawasi juga. Di Indonesia pengawasan
kode etik dipercayakan kepada Komisi Periklanan Indonesia yang terdiri atas
unsur semua asosiasi pendukung dari Tata Krama tersebut.
§ Kontrol oleh masyarakat
Dalam
hal ini cara yang terbukti membawa banyak hasil dalam menetralisasi efek-efek
negatif dari periklanan adalah mendukung dan menggalakan lembaga-lembaga
konsumen, yang sudah lama dikenal di negara-negara maju dan sejak tahun 1970-an
berada juga di Indonesia (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia di Jakarta dan
kemudian Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen di Semarang).Sebetulnya
setiap kota besar pantas memiliki Lembaga Swadaya Masyarakat yang bertujuan
advokasi konsumen seperti lembaga-lembaga itu.
Selain
menjaga agar periklanan tidak menyalahi batas-batas etika melalui pengontrolan
terhadap iklan-iklan dalam media massa, ada juga cara lebih positif untuk
meningkatkan mutu etis dari iklan dengan memberikan penghargaan kepada iklan
yang dinilai paling baik. Penghargaan untuk iklan itu bisa diberikan oleh
instansi pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, sebuah majalah dll. Di
Indonesia memiliki Citra Adhi Pariwara yang setiap tahun dikeluarkan oleh
Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.
2.3. Penilaian Etis Terhadap Iklan
Refleksi tentang etika periklanan mengingatkan bahwa
penalaran moral selalu harus bernuansa dengan menyimak dan menilai situasi
konkrit. Ada 4 faktor yang selalu dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip
untuk membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan :
a)
Maksud
Pengiklan
Jika maksud di pengiklan tidak baik,
dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak baik pula. Jika si
pengiklan tahu bahwa produk yang diiklankan merugikan konsumen / dengan sengaja
ia menjelekan produk dari pesaing, iklan menjadi tidak etis. Begitupun jika
membuat iklan yang menyesatkan, tentu iklan menjadi tidak etis. Di sini sulit
dibayangkan bahwa si pengiklan mempunyai maksud baik. Federal Trade Commision
telah memaksa perusahaan bersangkutan untuk mengoreksi iklan yang menyesatkan.
Sebaliknya, jika si pengiklan mengeluarkan iklan yang menyesatkan tapi
maksudnya tidak demikian, iklan itu barangkali kuran profesional tetapi tidak
bisa dinyatakan kurang etis.
b) Isi iklan
Menurut
isinya iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan.
Iklan tidak menjadi etis pula bila mendiamkam sesuatu yang sebenarnya pentng.
Bisa dibenarkan, jika sebuah produk dalam iklan dipersentasikan dari segi yang
paling menguntungkan. Iklan tentang hal yang tidak bermoral dengan sendirinya
menjadi tidak etis. Di sini kompleksitas moralitas periklanan terkait dengan
kompelksitas moralitas topik-topik bersangkutan.
c) Keadilan publik yang tertuju
Publik
sebaiknya memiliki skepsis yang sehat terhadap usaha persuasi dari periklanan.
Keganasan periklanan harus diimbangi dengan sikap kritis publik. Yang
dimengerti di sini publik adalah orang dewasa yang normal dan mempunyai
informasi cukup tentang produk / jasa yang diiklankan.
Secara
umum periklanan memiliki potensi besar untuk mengipas-ngipas kecemburuan sosial
dalam masyarakat dengan memamerkan sikap konsumerisme dan hedonisme dari suatu
elite kecil. Hal itu merupakan aspek etis yang sangat penting, terutama dalam
masyarakat yang ditandai kesenjangan sosial yang besar seperti Indonesia.
d)
Kebiasaan
di bidang periklanan
Periklanan
sering dipraktekan dalam rangka suatu tradisi. Sudah ada aturan main yang
disepakati secara implisit / eksplisit dan yang sering kali tidak dapat dipisahkan
dari etos yang menandai masyarakat itu. Di mana ada tradisi periklanan yang
sudah lama dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila beberapa iklan lebih
mudah diterima daripada di mana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada
skala besar. Dalam refleksi etika periklanan rupanya tidak mungkin dihindarkan
suatu nada relativistis.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Pengumpulan Data
Pada penulisan ini, informasi yang didapatkan oleh penulis
bersumber dari buku yang berkaitan dengan etika bisnis khususnya
iklan dalam etika dan estetika, agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab.
Data dalam penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data
Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai
sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat
diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku,
laporan, jurnal, dan lain-lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Contoh Kasus
Dalam
tulisan ini kami mengambil contoh kasus Iklan Pompa Air “SHIMIZU” untuk dianalisis. Berikut adalah jalan cerita yang
terdapat dalam Iklan Pompa Air “SHIMIZU”
:
Iklan pompa air Shimizu ini berdurasi 30 detik. Dalam iklan
tersebut sangat terlihat bahwa dalam iklan tersebut menyuguhkan sensasi erotis
yang cukup menantang. Iklan ini diawali seorang wanita yang memakai pakaian
tidur dengan belahan dada terbuka merengek kepada pasangannya. "Kalo nggak
mancur terus kapan enaknya," katanya disertai dengan mimik yang menggoda.
Model seksi yang hingga kini belum diketahui identitasnya itu kemudian pergi ke
sebuah mall Selanjutnya, wanita tersebut pergi ke mall dan ia ditawari obat
kuat lelaki oleh seorang penjual. Namun, ia justru datang ke toko pompa air, pedagang
di toko tersebut kemudian menawari pompa air merek Shimizu kepada wanita
tersebut. Puncaknya, tawar-menawar yang dibumbui kalimat yang kurang senonoh
pun mengalir, tanpa basa-basi. Menariknya lagi, sambil mempromosikan mesin
pompa air Shimizu-nya, ada pemandangan menarik pada latar belakang pengambilan
gambar itu. Ya, sebuah papan iklan lengkap dengan sepasang kekasih yang coba
mengamati. Singkatnya, usai memasang pompa air Shimizu itu, si gadis cantik itu
terlihat menari kegirangan, ditandai lekukan tubuhnya yang aduhai. Dalam bagian
terakhir iklan itu, cewek itu disirami air oleh pasangannya. Kemudian gadis
tersebut berkata,“Basah deh,” disertai dengan wajah yang menggoda.
4.2. Hasil Analisa
Dalam Iklan Pompa Air “SHIMIZU”
menurut saya telah melanggar beberapa Undang-undang. Hal ini sangat terlihat
jelas bahwa iklan tersebut mengandung unsur SARA. Seperti yang kita ketahui hal
tersebut melanggar norma kesopanan sekaligus melanggar Pedoman Perilaku
Penyiaran (P3) pasal 9 yang berbunyi : "Lembaga penyiaran wajib
menghormati nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat." Kemudian juga melanggar Pedoman
Perilaku Penyiaran (P3) pasal 14 ayat (2) yang berbunyi : "Lembaga
penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi
siaran," serta Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) pasal 16 yang
berbunyi : "Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan
dan/atau pembatasan program siaran bermuatan seksual. " Selanjutnya juga
melanggar Standar Program Siaran (SPS) Pasal 9 yang berbunyi : "(1)
Program siaran wajib memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan yang dijunjung oleh keberagaman khalayak baik
terkait agama, suku, budaya, usia, dan/atau latar belakang ekonomi. (2) Program siaran wajib
berhati-hati agar tidak merugikan dan menimbulkan dampak negatif terhadap
keberagaman norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh masyarakat." Standar Program Siaran (SPS) Pasal 15 ayat (1) yang berbunyi : "Program siaran
wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja. " Standar Program Siaran (SPS) Pasal
18 ayat huruf h dan i yang berbunyi :
" (h)mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot; (i) menampilkan gerakan tubuh dan/atau tarian
erotis." Standar
Program Siaran (SPS) Pasal 58 ayat (4) huruf d : "adegan
seksual sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 18; "
Analisis
Iklan Pompa Air “SHIMIZU” dilihat dari UU Pornografi/ UU 44 Tahun 2008
Iklan Pompa Air “SHIMIZU”
juga telah melanggar UU Pornografi/ UU 44 Tahun 2008, dalam UU tersebut
dijelaskan bahwa :
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan,
suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau
bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau
pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang
melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Jasa pornografi adalah segala
jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi
melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio,
telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar,
majalah, dan barang cetakan lainnya.
Analisis
Iklan Pompa Air “SHIMIZU” dilihat dari UU PENYIARAN/ UU 32 Tahun 2002
Berikutnya
juga melanggar UU PENYIARAN/ UU 32 Tahun 2002 pasal 1 yang berbunyi :
"Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan
masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat
dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran
yang bersangkutan." UU PENYIARAN/ UU 32 Tahun 2002 pasal 3 yang berbunyi : "Penyiaran
diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya
watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan
bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang
mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran
Indonesia."
Dalam
pasal tersebut tertera bahwa penyiaran ditujukan agar terbinanya watak dan jati
diri bangsa tetapi bagaimana bisa watak dan jati diri bangsa terbentuk apabila
siaran iklannya berbau seks seperti ini malah akan merusak iman dan takwa.
Walaupun tujuannya untuk menumbuhkan industri penyiaran di Indonesia tetapi
tayangan iklannya sangat tidak baik untuk ditampilkan didepan masyarakat
Indonesia. Kemudian pada UU PENYIARAN/ UU 32 Tahun 2002 pasal 4 ayat (1)
yang berbunyi : "penyiaran sebagai kegiatan komunikasi
massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat,
kontrol dan perekat sosial," dan UU PENYIARAN/ UU 32 Tahun 2002 ayat
(2) yang berbunyi : "Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan."
Pelanggaran tersebut terlihat pada adegan-adegan dan
percakapan pada iklan tersebut, adegan-adegan yang tidak sopan seperti yang telah
disebutkan sebelumnya sangat tidak menghormati nilai dan norma kesopanan, serat
akan muatan seksual, dan
lebih parahnya lagi iklan tersebut pernah disiarkan pada pukul
07.25 WIB dan 14.33 WIB di beberapa stasiun televisi swasta di mana pada jam
tersebut banyak anak-anak yang sedang menonton televisi. Hal tersebut
dikhawatirkan dapat memberikan dampak negatif kepada para penonton khususnya
anak-anak dan remaja.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Sebagai pelaku usaha dalam kasus ini
etika berbisnis dalam penggunaan iklan guna memasarkan produknya masih kurang
diperhatikan, yang menjadi poin utamanya ialah ditemukannya beberapa bentuk
pelanggaran dalam etika maupun estetika pada iklan tersebut. Pelanggaran etika yang mengarah pada pornografi
terkandung dalam pembuatan dan penayangan iklan tersebut serta penggunaan
pakaian yang minim yang merusak nilai estetika dari sebuah iklan.
5.2.
Saran
Seharusnya para pembuat iklan/
agen pembuat iklan memerhatikan UU periklanan, UU penyiaran, UU Pornografi,
serta Kode Etik Periklanan ketika akan membuat iklan. Tidak hanya melindungi
produk iklan dari kesalahan hukum serta kode etik, tetapi juga memerhatikan
konten iklan sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Serta saat akan
mengeluarkan iklan haruslah ada kontrak waktu penayangan iklan dikategorikan
menurut konten iklan. Hal ini agar dapat mencegah hal – hal yang tidak
diinginkan sehingga tidak mengganggu moral
dan pikiran anak – anak.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K.
2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
Arijanto, Agus.
2011. Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis :
Cara Cerdas dalam Memahami Konsep dan Faktor-faktor Etika Bisnis dengan
Beberapa Contoh Praktis.
Google. 2014. Link :
http://mirnagita.blogspot.com/2014/06/makalah-pelanggaran-kode-etik-dalam.html
http://www.academia.edu/535994/ETIKA_DALAM_IKLAN
0 komentar:
Posting Komentar