RSS

JURNAL IV - MORALITAS KORUPTOR



JURNAL ETIKA BISNIS
MORALITAS KORUPTOR


 

RIZKI EKA PUSPITA
16211339
4EA17
BLOG : rizkiekapuspita.blogspot.com


UNIVERSITAS GUNADARMA
2014


ABSTRAK

Rizki Eka Puspita, 16211339.
“MORALITAS KORUPTOR”
Penulisan, Jurnal, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014.
Kata Kunci : Etika Bisnis, Moralitas Koruptor.

Didalam kehidupan sosial, manusia dihadapkan pada norma-norma atau aturan yang berlaku dimasyarakat. Tidak seenaknya saja melakukan perbuatan yang melanggar norma atau aturan yang berlaku dimasyarakat. Untuk itu, manusia harus mempunyai apa yang disebut moral. Moral menekankan manusia untuk bisa membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Apa penyebab terjadinya korupsi dan siapa yang harus bertanggung jawab? Serta bagaimana dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis ?
Berdasarkan analisa yang digunakan pelaku bisnis tidak memperhatikan etika berbisnis dengan melakukan kasus korupsi dalam hal penggelapan pajak.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang
Beberapa tahun belakangan ini masalah korupsi sedang hangat di bicarakan khalayak publik, banyak media massa nasional mengangkat kasus ini silih berganti sebagai headline utamanya dan terkadang media internasional juga menyenter kasus korupsi yang sedang terjadi di indonesia.
Pada hakikatnya, korupsi merupakan benalu sosial yang merusak struktur pemerintahan dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Bagaimanapun korupsi sangatlah merugikan negara dan dapat merusak sendi – sendi kebersamaan bangsa.
Korupsi dijadikian produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sabagai standart kekuasaan mutlak, seperti halnya pelaku koruptor yang kaya raya bisa masuk ke dalam golonan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka pun juga akan menduduki status sosial tingkat paling atas di mata masyarakat.
Dari tahun ke tahun kasus korupsi terus meningkat dan terkesan seperti membudidaya, tidak hanya pada golongan elit kelas atas namun mewabah sampai ke struktur organisasi terkecil.

1.2. Rumusan masalah dan batasan masalah
1.2.1. Rumusan masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini, adalah :
1)      Apa penyebab terjadinya korupsi dan siapa yang harus bertanggung jawab ?
2)      Bagaimana dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis ?

1.2.2. Batasan masalah
Penulis membatasi ruang lingkup masalah pada kasus pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Pargono Riyadi, dan seorang pengusaha otomotif, Asep Hendro. Pengusaha pemilik Asep Hendro Racing Sport (AHRS), produsen perlengkapan balap motor yang cukup terkenal di Indonesia.

1.3. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan ini, antara lain :
1)      Untuk mengetahui penyebab terjadinya korupsi dan megetahui siapa yang bertanggung jawab ?
2)      Untuk mengetahui dampak negatif dari tindakan korupsi pada suat kegiatan bisnis

1.4. Manfaat penulisan
a) Bagi akademis
Penulis dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh dalam dunia berbisnis yang sesungguhnya.
b) Bagi Praktis
Diharapkan penulisan ini dapat memberikan informasi yang berharga bagi pihak yang bersangkutan selaku pelaku bisnis dalam pengelolaan usahanya, beserta segala kebijakan yang berkaitan langsung dengan aspek – aspek etika bisnis untuk usahanya secara lebih baik.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Bisnis Berlangsung dalam Konteks Moral
 Ternyata makin maju suatu masyarakat, makin besar pula ketergantungan satu sama lain dibidang ekonomi. Bisnis merupakan suatu unsur mutlak dalam masyarakat modern. Tetapi kalau merupakan suatu fenomena sosial yang begitu hakiki, bisnis tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, termasuk juga aturan-aturan moral. Berikut adalah beberapa pendapat yang masih menyangkal perkaitan etika dengan bisnis : 

v  Mitos mengenai bisnis amoral
Sebagaimana fungsi khusus matahari adalah memancarkan cahaya serta panas dan di situ tidak masuk faktor etika, demikian juga pebisnis membatasi diri pada tugasnya saja. Richard De George menyebut pandangan itu the myth of amoral businiss, mitos yang mengatakan bahwa bisnis itu amoral saja. Dalam bisnis orang menyibukan diri dengan jual beli, membuat produk / menawarkan jasa dengan merebut pasaran dan mencari untung tetapi orang tidak berurusan dengan etika / moralitas.

Bahwa bisnis itu sendiri netral terhadap moralitas jadi amoral merupakan suatu mitos / cerita dongeng saja, berarti tidak benar. George mengatakan bahwa mitos itu telah ditinggalkan karena nilai-nilai moral tidaklah kalah penting. De George menemukan 3 gejala dalam masyarakat yang menunjukan sinarnya mitos tersebut. (1) dalam media massa sering diberi liputan luas kepada skandal-skandal di bidang bisnis. Bisnis ternyata disoroti tajam oleh masyarakat. Masyarakat tidak ragu-ragu mengaitkan bisnis dengan moralitas. (2) Bisnis diamati dan dikritik oleh semakin banyak LSM terutama LSM konsumen dan LSM pecintan lingkungan hidup yang berkaitan dengan etika. (3) Bisnis sendiri mulai prihatin dengan dimensi etis dalam kegiatannya. Hal itu tamapak dalam refleksi yang merka buat mengenai aspek-aspek etis dari bisnis melalui konferensi, smeinar, artikel dalam surat kabar, timbulnya kode-kode etik yang disusun oleh semakin banyak perusahaan dll.

Kini telah terbentuk keyakinan cukup mantap bahwa bisnis tidak terlepas dari segi moral. Bisnis tidak saja berurusan dengan angka penjualan (sales figures) / adanya profit pada akhir tahun anggaran. Good business memiliki juga suatu makna moral.

v  Mengapa bisnis harus berlaku etis ?
Bertanya mengapa bisnis harus berlaku etis sebetulnya sama dengan bertanya mengapa manusia pada umumnya harus berlaku etis. Bisnis hanya merupakan suatu bidang khusus dari kondisi manusia yang umum. Secara singkat ada 3 jawabannya  berasal dari agama, filsafat modern dan filsafat Yunani Kuno :
1.      Tuhan adalah hakim kita
Menurut agama, sesudah kehidupan jasmani manusia hidup terus dalam dunia baka di mana Tuhan sebagai Hakim Maha Agung akan menghukum kejahatan yang pernah dilakukan dan mengganjar kebaikan. Walaupun tentu sangat diharapkan setiap pebsinis akan dibimbing oleh iman kepercayaannya menjadi tugas agama (bukan etika filosofis) mengajak para pemeluknya untuk tetap berpegang pada motivasi moral itu.
2.      Kontrak sosial
Hidup dalam masyarakat berarti mengikat diri untuk berpegang pada norama-norma dan nilai-nilai tersebut. De George menerapkan pandangan itu atas sektor bisnis. De George menegaskan : morality is the oil as well as the glue of society and therefore of business.  Minyak pelumas karena moralitas memperlancar kegiatan bisnis dan semua kegiatan lain dalam masyarakat. Lem karena moralitas mengikat dan mempersatukan orang-orang bisnis seperti juga semua anggota masyarakat lainnya. Moralitas merupakan syarat mutlak yang harus diakui semua orang jika kita ingin terjun dalam kegiatan bisnis.
3.      Keutamaan
Menurut Palto dan Aristoteles keutamaan sebagai disposisi tetap untuk melakukan yang baik adalah penyempurnaan tertinggi dari kodrat manusia. Manusia yang berlaku etis adalah baik begit saja, baik secara menyeluruh bukan menurut aspek tertentu saja. Mestinya pebisnis menjalankan pekerjaannya dengan baik serta jujur. Karena jika ia berada di luar moral community, ia membuang martabatnya sebagai manusia sehingga ia tidak bisa lagi disebut makhluk moral.

2.2. Good Ethics, Good Business
        Rupanya dalam dunia bisnis kini telah terbentuk sikap lebih positif. Sudah tertanam keinsafan bahwa bisnis harus berlaku etis demi kepentingan bisnis itu sendiri. Terdengar semboyan baru seperti Ethics pay (etika membawa untung), Good business is ethical business, Corporate ethics : a prime business assets.  Dalam buku populer yang ditulis oleh Kenneth Blanchard dan Norman Vincent Peale tentang etika bisnis tertulis dengan huruf besar : Integrity pays! You dont have to cheat to win (Integritas moral membawa untung ! Tidak perlu Anda menipu untuk menang).
          Sukses perusahaan menjadi penyebab dan bukan akibat dari perhatiannya untuk etika. Kendati tidak ada jaminan mutlak, pada umumnya perusahaan yang etis adalah perusahaan yang mencapai sukses juga. Berikut adalah beberapa catatan sebagai penutup yang menjabarkan etika dalam bisnis :
1.      Etika bisnis hanya bisa berperan dalam suatu komunitas moral. Moralitas bukan hanya merupakan suatu komitmen individual saja, tetapi tercantum dalam suatu kerangka sosial. Kalangan bisnis sebagai keseluruhan harus berusaha mengubah haluan moral dan menuntut agar penguasa di atas menjamin suatu kerangka moral yang sehat. Namun membangun suatu etika bisnis yang baik tetap akan merupakan suatu perjuangan berat tetapi perjuangan juga yang sangat diperlukan.
2.  Orang yang berpendapat dengan berpegang pada etika pasti kalah kemungkinan besar terlalu menitikberatkan jangka pendek dalam proses berbisnis dan mengabaikan jangka panjang yang justru paling hakiki untuk berhasil dalam bisnis.
3.  Mereka yang meragukan perlunya etika dalam bisnis, sebaiknya tidak melupakan sejarah industrialisasi dan khusunya perjuangan anatara liberalisme dan sosialisme yang berlangsung disitu. Para pekerja harusnya diakui sebagai stakeholders yang paling penting dan menjadi trade mark dari industri yang dibangun.
4. Akhirnya yang belum diyakinkan tentang pentingnya etika dalam bisnis perlu mempertimbangkan persepsi dunia luar tentang kinerja bisnis Indonesia. Dalam forum internasional Indonesia dinilai termasuk negara yang paling korup. Sejak beberapa tahun ada cara lebih obyektif lagi untuk memandang kenyataan itu. Lembaga Transparency International yang berkedudukan di Berlin, Jerman setiap tahun mempublikasikan Corruption Perceptions Index (Indeks Persepsi Korupsi). Lembaga ini mendapat kredibilitas internasional dan bekerja sama dengan beberapa instansi internasional yang penting. Dalam indeks mereka sudah beberapa tahun berturut-turut tampak bahwa Indonesia dipandang sebagai salah satu negara yang paling korup di dunia. Tahun 1999, Indonesia menempati urutan ke 97 dalam daftar 99 negara dengan skor 1,7 pada skala 10. Jelas jika kekurangan moralitas dalam kegiatan bisnis yang berlangsung terus semua sebagai bangsa kalah terhadap negara-negara tetangga dan negara-negara lebih jauh yang berhasil menjalankan ekonominya dengan efisien. Realisasi AFTA dan APEC tinggal beberapa tahun lagi. Seperti halnya dengan ekonomi, moralitas pun merupakan suatu kenyataan universal yang berdampak universal pula.
  
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Pengumpulan Data
Pada penulisan ini, informasi yang didapatkan oleh penulis bersumber dari buku yang berkaitan dengan moralitas koruptor agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data dalam penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Contoh Kasus
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Pargono Riyadi, dan seorang pengusaha otomotif, Asep Hendro, Selasa (9/4). KPK juga mengamankan seseorang yang diduga kurir suap, Rukimin Tjahjono alias Andreas. Penangkapan itu diduga terkait pengurusan pajak pribadi.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi SP, penyidik KPK menangkap Pargono dan Rukimin di pintu selatan Stasiun Gambir, Jakarta, pukul 17.00. Di tempat terpisah, sekitar 10 menit kemudian, penyidik KPK menangkap Asep di rumah sekaligus kantornya, di Jalan Tole Iskandar, Depok.
”Bersama penangkapan PR (Pargono Riyadi) dan RT (Rukimin Tjahjono), disita juga sejumlah uang. Uang ini telah diserahkan RT kepada PR di lorong Stasiun Gambir. Uang tersebut dalam pecahan Rp 100.000 dibungkus tas plastik. Diduga pemberian itu terkait pengurusan pajak pribadi,” ujar Johan.
Pargono adalah penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) sekaligus pemeriksa pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat. Ia termasuk PPNS yang cukup senior di Ditjen Pajak. Asep adalah pengusaha pemilik Asep Hendro Racing Sport (AHRS), produsen perlengkapan balap motor yang cukup terkenal di Indonesia. Asep mantan pebalap sepeda motor.
Ketiga orang yang ditangkap itu langsung diperiksa di gedung KPK guna menentukan status hukumnya. ”KPK punya waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status mereka, apakah ditetapkan sebagai tersangka atau tidak,” ujarnya.
Namun, ketiganya diduga hanya merupakan tangkapan kecil. KPK masih mengejar pelaku lain yang diduga terlibat kasus korupsi pengurusan pajak itu. ”Yang bisa dipastikan, tim kami masih ada di lapangan,” ujar Johan.
Penangkapan KPK terhadap Rukimin diwarnai ketegangan. Dia sempat melawan saat hendak ditangkap penyidik KPK. Rukimin pun terpaksa dibawa ke KPK dengan tangan terborgol. Berbeda dengan Pargono, meski terkejut ketika didekati petugas yang mengaku penyidik KPK, dia tak melawan. Dia langsung menunjukkan uang yang telah diberikan Rukimin begitu penyidik meminta membuka tas plastik yang dibawanya.
Diduga, uang yang diberikan kepada Pargono hanya sebagian kecil dari komitmen yang hendak diberikan. Selain itu, diduga, bukan hanya Pargono petugas pemeriksa pajak yang hendak disuap. Komitmen uang suap untuk pengurusan pajak pribadi itu senilai Rp 600 juta dan diberikan kepada sejumlah petugas pemeriksa pajak. Pargono diduga bakal memperoleh jatah suap sebesar Rp 125 juta. Penangkapan di Stasiun Gambir merupakan pemberian kedua untuk Pargono.
Pemberian uang terhadap Pargono terkait dengan pajak Asep dan perusahaannya, AHRS. Namun, Asep dan AHRS bukan satu-satunya wajib pajak yang menyuap Pargono dan rekannya sesama pemeriksa pajak. Hingga Selasa malam, salah satu penyuap Pargono yang lain masih dalam pengejaran penyidik KPK.
Komitmen pemberian suap sebesar Rp 600 juta itu diduga hendak diberikan sejumlah wajib pajak seperti Asep kepada sejumlah pemeriksa pajak, tak hanya Pargono. Namun, dalam operasi tangkap tangan itu, pegawai pajak yang ditangkap KPK baru Pargono, sementara wajib pajaknya baru Asep. Johan mengatakan, KPK masih akan terus mengembangkan hasil tangkap tangan itu.
Penangkapan Pargono menambah catatan kelam Ditjen Pajak yang telah menegaskan melakukan ”bersih-bersih”. Kasus fenomenal adalah keterlibatan Gayus H Tambunan (pegawai Ditjen Pajak), yang bahkan bisa menyuap sejumlah aparat penegak hukum. Pegawai pajak lainnya yang terjerat korupsi antara lain Dhana Widyatmika (mantan pegawai Ditjen Pajak yang juga staf tata usaha di Unit Pelayanan Pajak Daerah Setiabudi, Jakarta Selatan), Herly Isdiharsono (mantan Koordinator Pelaksana PPN Perdagangan Kantor Pelayanan Pajak Palmerah), Tommy Hindratno (Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pelayanan pajak Pratama Sidoarjo), dan Anggrah Suryo (Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor).

4.2. Hasil Analisa
Dalam kasus penggelapan pajak oleh usaha Hendro Racing Sport (AHRS), perusahaan dalam menghadapi masa - masa sulit diperlukan efisiensi. Berkaitan dengan hal tersebut, efisiensi yang paling cepat untuk dapat dilakukan adalah dengan mengurangi pengeluaran, seperti memanipulasi laporan pajak, mengurangi tenaga kerja, dan lain-lain. Alasan efisiensi tersebut tak lain adalah konsekuensi dari globalisasi yang memadatkan jarak dan waktu memang menuntut kompetisi ekonomi global menjadi kian sengit dengan tenggat waktu yang amat cepat.
Pajak merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan, berdasarkan peraturan hukum jika ada pihak yang tidak membayar pajak sesuai ditentukannya maka harus di tindak. Sebagai masyarakat harus dapat memahami bahwa pajak merupakan salah satu pilar penting perekonomian, tanpa pajak negara tidak mampu membiayai pembangunan.
Pada kasus terkait usaha Hendro Racing Sport (AHRS) pada akhirnya hanya merugikan usahanya sendiri, repurtasi buruk, hukuman penjara dan harus membayar denda merupakan hasil akhir dari tindakannya tersebut. Pengemplang pajak biasanya disebut juga dengan korupsi, kejahatan pajak, mengemplang hutang yang ditanggung oleh rakyat. Terkait dengan masih tingginya tunggakan pajak yang dilakukan sejumlah wajib pajak di Indonesia dan penyalahgunaannya maka hal tersebut seharusnya segera dituntaskan karena dinilai merugikan perekonomian Negara. Diharapkan pemerintah segera menangani setiap pelanggaran pajak dan diberi sanksi pidana pajak yang tegas.

Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama. Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Fakta     bahwa    negara    dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat   ketidakpercayaan      dan  kriminalitas yang tinggi pula.  Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.

Pihak yang bertanggung jawab
Salah satu pihak yang bertanggung jawab dari kasus terjadinya praktek akan adanya korupsi di Indonesia adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi menurut pasal 4 adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sedangkan tugas dan wewenang KPK menurut pasal 6 adalah :
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3.  Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana   korupsi.
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, salah satu faktor pelaku usaha tersebut melakukan kasus tersebut dikarenakan banyak perusahaan melakukan efisiensi terhadap pengeluraan dalam usaha dengan cara penggelapan pajak, tanpa terkadang memperhatikan segi negative dari hasil tindakan tersebut nantinya. Seperti citra yang buruk, hukuman penjara serta denda. moralitas sangat dibutuhkan bagi setiap insan manusia. Moralitas dapat menjadi tolak ukur bagi manusia untuk mebedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Banyak sekali faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi, dari faktor tersebut lagi lagi adalah hukum yang merupakan salah satu keadilan bagi rakyat tidak bisa berbuat apa apa untuk para koruptor, dan mungkin itu salah satu juga yang menjadi surga bagi para koruptor untuk melakukan kegiatan korupsinya, semakin lemah kekuatan hukumnya semakin besar celah korupsi bagi para koruptor. Pemerintah serta bantuan lembaga kpk harus serius menindak lanjuti setiap kasus kasus korupsi yang merugikan negara tanpa pandang bulu.

5.2. Saran
            Tanamkanlah sikap disiplin dan juga pendidikan agama yang baik sejak dini, itu merupakan modal awal manusia untuk bisa mencegah segala perbuatan korupsi yang dapat merugikan Negara. Dan juga menguatkan kekuatan hukum bagi pelaku korupsi, seperti hukuman mati. Karena hukuman penjara bagi mereka, itu merupakan hukuman yang sangat mudah dan malah menjadi banyak yang tertarik dengan melakukan tindak korupsi tersebut. Jadi, korupsi tidak akan pernah punah jika memang tidak ada kesadaran dari diri masing-masing. Untuk itu, jika ingin mencoba melawan korupsi, cobalah dari diri kita sendiri, jangan hanya bisa melakukan pencitraan, yaitu berbicara melawan korupsi, tetap dibelakangnya dia melakukan itu.


DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. 2000.  Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
Arijanto, Agus. 2011. Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis : Cara Cerdas dalam Memahami Konsep dan Faktor-faktor Etika Bisnis dengan Beberapa Contoh Praktis.


Google. 2013. Link: http://properti.kompas.com/read/2013/04/10/0246012/KPK.Tangkap.Pegawai.Pajak.dan.Pengusaha
http://tulisantulisannugroho.blogspot.com/2013/12/moralitas-koruptor.html

0 komentar:

Posting Komentar