TUGAS ETIKA BISNIS
KEADILAN DALAM BISNIS
RIZKI EKA PUSPITA
16211339
4EA17
( rizkiekapuspita.blogspot.com
)
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2014
ABSTRAK
Rizki
Eka Puspita, 16211339.
“KEADILAN DALAM BISNIS”
Penulisan,
Jurnal, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata
Kunci : Etika Bisnis, Keadilan Dalam
Bisnis, Pelaku Usaha
Keadilan dalam bidang ekonomi adalah satu keadaan atau situasi di mana setiap
orang memperoleh apa yang menjadi haknya. Ini lantas berarti bahwa keadilan
dalam bidang ekonomi adalah perlakuan yang adil bagi setiap orang untuk
mendapatkan penghidupan yang layak sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang
ada.
Tujuan dari
penulisan ini adalah untuk
mengetahui keterkaitan pelaku bisnis dengan keadilan atau ketidakadilan dalam
berbisnis dan untuk mengetahui bentuk
keadilan / ketidakadilan yang diterima oleh pelaku bisnis.
Berdasarkan analisa yang digunakan pelaku bisnis kurang mendapatkan keadilan dalam berbisnis dapat dilihat
dari contoh kasus pada pembahasan ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Makna dari keadilan berkaitan mengenai semua
hal yang berkenan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan antarmanusia,
keadilan berisi sebuah tuntutan agar orang memperlakukan sesamanya sesuai
dengan hak dan kewajibannya, perlakukan tersebut tidak pandang bulu atau pilih
kasih melainkan, semua orang diperlakukan sama sesuai dengan hak dan
kewajibannya.
Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur. Masalah keadilan berkaitan secara timbal balik
dengan kegiatan bisnis, khususnya bisnis yang baik dan etis. Terwujudnya
keadilan masyarakat, akan melahirkan kondisi yang baik dan kondusif bagi
kelangsungan bisnis. Praktik bisnis yang baik, etis, dan adil akan mewujudkan
keadilan dlm masyarakat. Sebaliknya ketidakadilan yang merajalela akan
menimbulkan gejolak sosial yang meresahkan para pelaku bisnis.
Di dalam dunia bisnis
seseorang tidak boleh mengorbankan hak-hak dan kepentingan-kepentingan orang
lain. Definisi keadilan memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya,
memberi ciri khas kepada kedilan sebagai norma moral. Pertama, keadilan selalu
tertuju kepada orang lain. Kedua, keadilan
harus ditegakkan. Ketiga, keadilan selamanya menuntut kesetaraan.
Keadilan akan menciptakan stabilitas sosial yang
akan menunjang kegiatan bisnis, melainkan juga dalam pengertian bahwa sejauh
prinsip keadilan dijalankan akan lahir wajah bisnis yang lebih baik dan etis.
Tidak mengherankan bahwa hingga sekarang keadilan selalu menjadi salah satu
topic penting dalam etika bisnis.
1.2. Rumusan masalah
dan batasan masalah
1.2.1. Rumusan masalah
Rumusan
masalah pada penulisan ini, adalah :
1) Apakah
ada keterkaitan pelaku bisnis dengan keadilan / ketidakadilan dalam berbisnis ?
2) Bagaimana
bentuk keadilan / ketidakadilan pelaku bisnis ?
1.2.2. Batasan
masalah
Penulis membatasi ruang lingkup masalah pada pelaku bisnis baik perseorangan maupun institusi terhadap
bentuk keadilan ataupun ketidakadilan dalam berbisnis, sekaligus membahas sub pokok
pembahasan meliputi paham maupun teori berkaitan dengan keadian dalam
berbisnis.
1.3. Tujuan penulisan
Tujuan
penulisan ini, antara lain :
1) Untuk
mengetahui keterkaitan pelaku bisnis dengan keadilan/ketidakadilan dalam
berbisnis
2) Untuk
mengetahui bentuk keadilan / ketidakadilan pelaku bisnis
1.4. Manfaat penulisan
a)
Bagi akademis
Penulis dapat menambah pengetahuan sebagai bekal
dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh dalam dunia berbisnis yang
sesungguhnya.
b)
Bagi Praktis
Diharapkan penulisan ini dapat memberikan informasi
yang berharga bagi pihak yang bersangkutan selaku pelaku bisnis.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Paham Tradisional mengenai Keadilan
a. Keadilan Legal
Semua orang atau kelompok masyarakat diperlakukan secara sama
oleh negara berdasarkan hukum yang berlaku dan
semua pihak dijamin untuk mendapat perlakuan yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dasar moral :
1) Semua orang adalah manusia yang mempunyai harkat
dan martabat yang sama dan karena itu harus diperlakukan secara sama.
2) Semua orang adalah warga negara yang sama status
dan kedudukannya, bahkan sama kewajiban sipilnya. Perlakuan yang tidak sama
hanya bisa dibenarkan melalui pertanggungjawaban yang terbuka berdasar prosedur
legal yang berlaku.
Konsekuensi legal dan moral yang mendasar :
1) Semua orang harus secara sama dlindungi oleh
hukum negara.
2) Tidak ada orang yang akan diperlakukan secara
istimewa oleh hukum atau negara.
3) Negara/pemerintah tidak boleh mengeluarkan hukum
atau produk hukum apapun yang secara khusus dimaksudkan demi kepentingan
kelompok atau orang tertentu dengan tanpa merugikan kepentingan pihak
lain.
4) Semua warga tanpa perbedaan apapun harus tunduk
dan taat kepada hukum yang berlaku karena hukum tersebut melindungi hak dan
kepentingan semua warga.
b. Keadilan Komutatif
Keadilan ini mengatur hubungan yang adil dan fair antara
orang yang satu dan yang lain atau warga negara yang satu dengan warga negara
yang lain. Keadilan ini menuntut agar dalam interaksi sosial antara warga yang
satu dengan warga yang lain tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan
kepentingannya.
c. Keadilan
Distributif
Keadilan Distributif/ Keadilan Ekonomi adalah distributif
ekonomi yang merata yang dianggap adil
bagi semua warga negara, yang menyangkut pembagian kekayaan ekonomi atau
hasil-hasil pembangunan. Keadilan distributif memiliki relevansi dalam dunia
bisnis, khususnya dalam perusahaan, setiap karyawan harus digaji sesuai dengan
prestasi, tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.2. Teori Keadilan
Adam Smith
Adam Smith hanya menerima satu
konsep keadilan, yaitu keadilan komutatif. Alasannya :
1. Keadilan sesungguhnya hanya punya satu
arti, yaitu keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan,
keharmonisan hubungan antara satu orang dengan orang lain. Ketidakadilan
berarti pincangnya hubungan antarmanusia karena kesetaraan yang terganggu.
2.
Keadilan legal sudah terkandung dalam
keadilan komutatif, karena keadilan legal hanya konsekuensi lebih lanjut dari
prinsip keadilan komutatif. Demi menegakkan keadilan komutatif, negara harus
bersikap netral dan memperlakukan semua pihak secara sama tanpa terkecuali.
3.
Juga menolak keadilan distributif,
karena apa yang disebut keadilan selalu menyangkut hak : semua orang tidak
boleh dirugikan haknya. Keadilan distributif justru tidak berkaitan dengan hak.
Orang miskin tidak punya hak untuk menuntut dari orang kaya untuk membagi
kekayaannya kepada mereka. Orang miskin hanya bisa meminta, tidak bisa
menuntutnya sebagai sebuah hak. Orang kaya tidak bisa dipaksa untuk memperbaiki
keadaan sosial ekonomi orang miskin.
Prinsip Komutatif Adam Smith :
1. Prinsip No Harm
Yaitu prinsip tidak merugikan orang
lain, khususnya tidak merugikan hak dankepentingan orang lain. Prinsip ini
menuntuk agar dalam interaksi sosial apapun setiap orang harus menahan dirinya
untuk tidak sampai merugikan hak dan kepentingan orang lain, sebagaimana ia
sendiri tidak mau agar hak dan kepentingannya dirugikan oleh siapapun. Dalam
bisnis, tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya, entah
sebagaikonsumen, pemasok, penyalur, karyawan, investor, maupun masyarakat luas.
2. Prinsip Non-Intervention
· Yaitu
prinsip tidak ikut campur tangan. Prinsip ini menuntut agar demi jaminan dan
penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang, tidak seorangpun
diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam kehidupan dan kegiatan orang lain.
· Campur
tangan dalam bentuk apapun akan merupakan pelanggaran terhadap hak orang
tertentu yang merupakan suatu harm (kerugian) dan itu berarti telah terjadi
ketidakadilan.
· Dalam
hubungan antara pemerintah dan rakyat, pemerintah tidak diperkenankan ikut
campur tangan dalam kehidupan pribadi setiap warga negara tanpa alasan yang
dapat diterima, dan campur tangan pemerintah akan dianggap sebagai pelanggaran
keadilan.
· Dalam
bidang ekonomi, campur tangan pemerintah dalam urusan bisnis setiap warga
negara tanpa alasan yang sah akan dianggap sebagai tindakan tidak adil dan
merupakan pelanggran atas hak individu tersebut, khususnya hak atas kebebasan.
3. Prinsip Keadilan Tukar
Atau prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama
terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga pasar.
· Merupakan
penerapan lebih lanjut dari no harm secara khusus dalam pertukaran dagang
antara satu pihak dengan pihak lain dalam pasar.
· Adam
Smith membedakan antara harga alamiah dan harga pasar atau harga aktual. Harga
alamiah adalah harga yang mencerminkan biaya produksi yang telah dikeluarkan
oleh produsen, yang terdiri dari tiga komponen yaitu biaya buruh, keuntungan
pemilik modal, dan sewa. Harga pasar atau harga aktual adalah harga yang aktual
ditawarkan dan dibayar dalam transaksi dagang di dalam pasar.
· Kalau
suatu barang dijual dan dibeli pada tingkat harga alamiah, itu berarti barang
tersebut dijual dan dibeli pada tingkat harga yang adil. Pada tingkat harga itu
baik produsen maupun konsumen sama-sama untung. Harga alamiah mengungkapkan
kedudukan yang setara dan seimbang antara produsen dan konsumen karena apa yang
dikeluarkan masing-masing dapat kembali (produsen : dalam bentuk harga yang
diterimanya, konsumen : dalam bentuk barang yang diperolehnya), maka keadilan
nilai tukar benar-benar terjadi.
· Dalam
jangka panjang, melalui mekanisme pasar yang kompetitif, harga pasar akan
berfluktuasi sedemikian rupa disekitar harga alamiah sehingga akan melahirkan
sebuah titik ekuilibrium yang menggambarkan kesetaraan posisi produsen dan
konsumen.
· Dalam
pasar bebas yang kompetitif, semakin langka barang dan jasa yanag ditawarkan
dan sebaliknya semakin banyak permintaan, harga akan semakin naik. Pada titik
ini produsen akan lebih diuntungkan sementara konsumen lebih dirugikan. Namun
karena harga naik, semakin banyak produsen yang tertarik untuk masuk ke bidang
industri tersebut, yang menyebabkan penawaran berlimpah dengan akibat harga
menurun. Maka konsumen menjadi diuntungkan sementara produsen dirugikan.
Dengan demikian
selanjutnya harga akan berfluktuasi sesuai dengan mekanisme pasar yang terbuka
dan kompetitif. Karena itu dalam pasar yang terbuka dan kompetitif, fluktuasi
harga akan menghasilkan titik ekuilibrium : sebuah titik dimana sejumlah barang
yang akan dibeli oleh konsumen sama dengan jumlah yang ingin dijual oleh
produsen, dan harga tertinggi yang ingin dibayar konsumen sama dengan harga
terrendah yang ingin ditawarkan produsen. Titik ekuilibrium inilah yang menurut
Adam Smith mengungkapkan keadilan komutatif dalam transaksi bisnis.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Pengumpulan
Data
Pada penulisan
ini, informasi yang didapatkan oleh penulis bersumber dari buku yang berkaitan dengan etika bisnis mengenai keadilan
dalam berbisnis agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data
dalam penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder
adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang
telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari
berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan
lain-lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Hakikat
Keadilan
Keadilan adalah
memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Ada 3 (tiga) ciri khas
yang selalu menandai keadilan, yaitu :
1. Keadilan selalu tertuju pada orang lain atau keadilan
selalu ditandai other-directedness
(J. Finnis). Masalah keadilan atau ketidakadilan hanya bisa timbul dalam
konteks antar-manusia. Untuk itu diperlukan sekurang-kurangnya dua orang
manusia. Bila pada suatu saat hanya tinggal satu manusia di bumi ini, masalah
keadilan atau ketidakadilan sudah tidak berperanan lagi.
2. Keadilan harus ditegakkan atau dilaksanakan. Jadi,
keadilan tidak diharapkan saja atau dianjurkan saja. Keadilan mengikat kita,
sehingga kita mempunyai kewajiban. Ciri kedua ini disebabkan karena keadilan
selalu berkaitan dengan hak yang harus dipenuhi. Kalau ciri pertama tadi
menyatakan bahwa dalam konteks keadilan kita selalu berurusan dengan orang
lain, maka ciri kedua ini menekankan bahwa dalam konteks keadilan kita selalu
berurusan dengan hak orang lain.
3. Keadilan menuntut persamaan (equality). Atas dasar keadilan, kita harus memberikan kepada
setiap orang apa yang menjadi haknya, tanpa kecuali.
4.2. Hasil Analisa
CONTOH KASUS I
PASAR SEPEDA: Pemerintah Diminta Adil Perlakukan Produk
Impor
Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Industri Persepedaan
Indonesia (AIPI) mengharapkan pemerintah lebih tegas menerapkan aturan produk
sepeda impor yang saat ini menggerus pasar sepeda nasional.
Rudiyono, Ketua Umum AIPI, mengatakan pemerintah seakan
menutup mata melihat banyaknya produk sepeda impor yang masuk tidak dengan standar
yang jelas. Menurutnya produk yang masuk sering kali dijumpai dalam bentuk completely
knock down (CKD) atau barang masuk tidak secara utuh, hal ini menurutnya
akan memungkinkan terjadi perbedaan kualitas dan standar di setiap komponennya.
“Produk mereka itu dirakitnya di Indonesia, padahal kalau
dikirimnya dengan model seperti itu banyak peluang setiap komponen yang
terkirim belum tentu memenuhi standar,” tuturnya kepada Bisnis.com, Selasa
(29/7)
Dia memaparkan, inilah salah satu contoh pemerintah tidak
tegas menegakkan setiap peraturan yang dibuatnya. Dirinya beranggapan,
pemerintah tebang pilih dalam implementasi kebijakan untuk produk sepeda.
Rudiyono mengatakan jarang sekali ditemui adanya operasi
pasar untuk produk impor, dengan seperti itu terlihat bahwa pemerintah hanya
mampu menerbitkan regulasi dan belum bisa melaksanakannya.
Konsumsi pasar sepeda nasional pada 2014 yang mencapai
6,5 juta unit saat ini hanya mampu diisi oleh produk nasional sebesar 3 juta
unit. Dirinya mengatakan, banjirnya produk impor tidak hanya mengisi kekosongan
produksi sepeda nasional tetapi juga menggerus penjualan produk dalam negeri.
“Besarnya peluang impor harusnya dimanfaatkan pemerintah
untuk membuka investasi persepedaan nasional. Tidak hanya membiarkan produknya
masuk dan menjadikan Indonesia sebagai pasar,” ujarnya.
Dia beranggapan, industri persepedaan nasional sudah siap
menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 mengingat kualitas produknya
bisa disandingkan dengan negara lain. Hanya saja, kalahnya persaingan bukan
karena kualitas produk tetapi akibat celah yang diberikan pemerintah yang
seakaan tidak peduli dengan produk dalam negeri.
“Tidak ada perbuatan, yang dilihat hanya diawal saja.
Penerapan SNI diawal dianggap beres, maka kedepannya juga dianggap demikian,
padahal tidak seperti itu,” ungkapnya.
Rudiyono menambahkan, sejauh ini industri dalam negeri
terus mematuhi peraturan yang diterbitkan pemerintah. Pihaknya meminta,
pemerintah lebih aktif di lapangan, agar industri sepeda nasional bisa
terangkat.
“Pengusaha sudah berusaha maksimal dengan berbagai cara,
tetapi kalau seperti ini terus ya bagaimana. Semoga sebelum MEA tahun depan,
ada langkah pasti dari pemerintah,” tambahnya.
CONTOH KASUS II
PEMERINTAH DIMINTA TERAPKAN SVLK TERHADAP PRODUK IMPOR
Pelaku usaha industri mebel dan
kertas mendesak pemerintah untuk menerapkan peraturan secara adil terhadap
produk kayu ekspor dan juga impor bagi penerapan sistem verifikasi legalitas
kayu (SVLK). Oleh karena itu pelaku usaha mengingikan SVLK diterapkan tidak hanya
untuk produk ekspor, namun juga terhadap produk impor Indonesia.
Pemerintah memang menerapkan
sistem SVLK terhadap produk kayu ekspor agar memiliki kejelasan dokumen
sehingga dapat melindungi industri kayu maupun mebel dalam negeri, dan juga
dapat menjaga keberlangsungan hutan. Namun SVLK belum diterapkan bagi produk
impor, padahal kebijakan tersebut dapat melindungi industri mebel dan kertas
dalam negeri karena banyak produk luar negeri yang masuk ke Indonesia yang
dinilai masih dibawah standar kualitas.
Apabila SVLK juga dapat
diterapkan pada produk impor maka produk yang masuk ke Indonesia tidak bisa
sembarangan tanpa kejelasan asal usul bahan baku kayu yang digunakan. Regulasi
tentang SVLK untuk produk kayu impor pada saat ini sedang dibahas di Kementerian
Perdagangan setelah sebelumnya diberlakukan Permendag No. 64/M-DAG/PER/10/2013
tentang Peraturan Ekspor untuk Industri Kehutanan.
Ketua Komisaris Daerah Asmindo
untuk Dewan Perwakilan Daerah Jawa Timur, Liem Laurentius mengatakan jika pada
saat ini pesaing utama di pasar internasional adalah Tiongkok dengan pangsa
pasarnya sebesar 31%, sementara Indonesia baru 1%. Kecemasan dalam menghadapi
Tiongkok bukan lagi dari segi kualitas produk, namun dari segi tampilan yang
lebih memikat karena memang produk Tiongkok diakui memiliki keunggulan pada
segi finishing.
Asosiasi Pulp dan Kertas
Indonesia mengungkapkan jika pelaku usaha industri bubur kertas (pulp) dan
kertas juga menginginkan SVLK dapat diterapkan bagi produk impor yang masuk ke
Indonesia. Hal tersebut untuk membatasi dan menyeleksi produk impor yang seuai
standar sehingga tidak akan membanjiri pasar domestik. Wakil Ketua Umum
Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Rusli Tan mengatakan jika pada saat
ini SVLK tidak diterapkan kepada produk impor sehingga membuat produk impor
secara leluasa masuk ke Indonesia. Harga jual produk impor yang lebih murah
dari produk lokal membuat produsen di dalam negeri menjadi khawatir akan
mengalami kerugian.
Kertas impor dinilai lebih
murah sekitar 5 hingga 10 persen dibandingkan dengan harga kertas lokal
sehingga membuat harga kertas dalam negeri menjadi menurun ke level yang sama
dan bahkan lebih murah. Hal tersebut dilakukan oleh produsen kertas lokal
karena berusaha untuk mempertahankan pasar dalam negeri. Dengan menerapkan SVLK
produk kayu dan kertas impor, maka akan menekan peredaran kertas impor dengan
kualitas yang dibawah standar dan juga akan melindungi industri kertas dalam
negeri. Selain itu dengan penerapan SVLK akan membuat persaingan harga kertas
di dalam negeri menjadi lebih sehat.
ANALISA
Paham tradisional dalam bisnis
memiliki kategori tiga keadilan yaitu keadilan legal, keadilan komutatif dan
keadilan distributif. Namun pada kedua contoh kasus diatas terdapat
permasalahan keadilan dalam berbisnis yang berlawanan dengan kategori keadilan
legal.
“ KEADILAN
LEGAL = Menyangkut
hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan negara. Intinya adalah
semua orang atau kelompok masyarakat diperlakukan secara sama oleh negara di
hadapan hukum. “
Dasar moral :
o Semua orang adalah manusia yang mempunyai harkat dan
martabat yang sama dan harus diperlakukan secara sama.
o Semua orang adalah warga negara yang sama status dan
kedudukannya, bahkan sama kewajiban sipilnya, sehingga harus diperlakukan sama sesuai
dengan hukum yang berlaku.
Konsekuensi Legal :
o Semua orang harus secara sama dilindungi hukum,
dalam hal ini oleh negara.
o Tidak ada orang yang akan diperlakukan secara
istimewa oleh hukum atau negara.
o Negara tidak boleh mengeluarkan produk hukum untuk
kepentingan kelompok tertentu.
o Semua warga harus tunduk dan taat kepada hukum yang
berlaku.
Letak permasalahan terjadi
karena pemerintah yang termasuk dalam aparatur negara dirasa tidak adil pada
salah satu pelaku usaha yang termasuk dalam kelompok masyarakat AIPI (asosiasi
Industri Persepedaan Indonesia). Terkait perbedaan implementasi kebijakan atau
peraturan untuk produk sepeda impor dengan produk sepeda dalam negeri, yang
mana sedikit longgar pengawasan terhadap sistem produk impor. Diantara permasalahannya
sering kali dijumpai dalam bentuk completely knock down (CKD) atau
barang masuk tidak secara utuh, hal ini menurutnya akan memungkinkan terjadi
perbedaan kualitas dan standar di setiap komponennya dan jarang adanya operasi
pasar untuk produk impor. Berbeda dengan industri dalam negeri yang terus
mematuhi peraturan yang diterbitkan pemerintah. Kualitas produk industri
persepedaan nasional dirasa sudah siap untuk menghadapi MEA 2015, namun yang
ditakutkan adanya celah yang di berikan pemerintah yang seakan tidak peduli
dengan produk dalam negeri karena kurangnya ketegasan dalam suatu kebijakan
ataupun implementasi sistem peraturan. Keluasaan produk impor hanya akan
menggerus pasar sepeda nasional.
Sementara kasus kedua
pemerintah diharapkan untuk adil pada pelaku usaha industri mebel dan kertas
terkait penerapan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) baik pelaku ekspor
maupin impor. Yang diharapkan dapat melindungi industri kertas dalam negeri dan
persaingan sehat mengenai harga kertas dalam negri.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pemerintah
dirasa kurang adil dalam penerapan kebijakan maupun sistem peraturan yang telah
diciptakannya sendiri, terlihat perbedaan keleluasaan pengawasan terhadap
pelaku bisnis untuk produk impor dari pada pada produk dalam negeri. Yang mana
pelaku bisnis dari beberapa kalangan kelompok dari dalam negeri merasa kecewa
dan dirugikan.
5.2. Saran
Dalam bidang bisnis dan ekonomi, mensyaratkan suatu
pemerintahan yang juga adil pemerintah yang tunduk dan taat pada aturan
keadilan dan bertindak berdasarkan aturan keadilan itu. Yang dibutuhkan adalah
apakah sistem sosial politik berfungsi sedemikian rupa hingga memungkinkan
distribusi ekonomi bisa berjalan baik untuk mencapai suatu situasi sosial dan
ekonomi yang bisa dianggap cukup adil.
Pemerintah mempunyai peran penting dalam hal menciptakan
sistem sosial politik yang kondusif, dan juga tekadnya untuk menegakkan
keadilan. Termasuk di dalamnya keterbukaan dan kesediaan untuk dikritik,
diprotes, dan digugat bila melakukan pelanggaran keadilan. Tanpa itu ketidakadilan
akan merajalela dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Sonny. 1998. Etika
Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta : Kanisius.
Bertens, Kees. 2006. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta :
Kanisius
Website
http://beritadaerah.co.id/2014/10/09/pemerintah-diminta-terapkan-svlk-terhadap-produk-impor/
http://industri.bisnis.com/read/20140730/257/246714/pasar-sepeda-pemerintah-diminta-adil-perlakukan-produk-impor
0 komentar:
Posting Komentar